Science Fiction Series: Membaca Afrika dalam Utopia di Novel Rouge Impératrice
Novel karya penulis Prancis asal Maroko Léonora Miano menyuguhkan intrik geopolitik, kekuasaan, asmara, dan terorisme dalam satu dunia utopis bernama Katiopa.
Kita tidak lagi berada di tahun 2023, melainkan tahun 2124 (Tahun 6361 San Kura) ketika Afrika telah bersatu menjadi sebuah kontinen raksasa yang baru saja terbentuk empat tahun yang lalu. Ketika kekuatan raksasa Eropa sudah melemah, Afrika bersatu membentuk kontinen raksasa baru bernama Katiopa yang dipimpin oleh Ilunga dan berambisi untuk menjadi pusat kekuatan ekonomi dan militer dunia.
Secara struktur pemerintahan Katiopa tidak berbeda jauh dari ide negara modern, dalam artian ada pemimpin (mokonzi), wakil pemimpin yang dinamakan ministre des sécurités intérieures (kalala) dan ministre des affaires diasporiques. Selain itu juga ada persatuan pemimpin setiap wilayah yang bernama mikalayi, dan juga l’Alliance, persatuan pemimpin dalam gerakan kemerdekaan yang disebut Chimurenga.
Akan tetapi, ada satu bagian pemerintahan yang menarik, yaitu des conseilles; perempuan yang berwujudkan arwah yang dapat dipanggil hanya oleh Ilunga dan muncul di medium tempat Ilunga memanggil mereka.
Abahuza, une autre femme de l’assemblée, continuait de peindre des tableaux dont les formes et couleurs possédaient des vertus curatives. […] Abahuza, qui avait pris la forme d’une mare luisant sous la lune près de l’endroit où était assis Ilunga, laissa échapper un murmure d’approbation aux propos qui venaient d’être tenus. (1)
Struktur penduduk Katiopa juga memainkan ide tentang dunia yang terbalik, dalam artian Afrika menjadi pusat kekuatan ekonomi dan militer di dunia. Penduduk Katiopa terdiri atas penduduk lokal, masyarakat Benkos, dan Sinistré. Penduduk lokal hidup di pusat kota, tempat Ilunga tinggal dan bekerja.
Masyarakat Benkos memiliki tradisi sendiri dan hidup agak jauh dari pusat kota. Benkos mengingatkan saya teringat gaya hidup hippies, yang terinspirasi dari filsuf kuno Diogène, yaitu orang-orang yang memilih hidup dengan alam dan menolak perkembangan teknologi. Sedangkan Sinistré adalah orang asing; orang Pongo (Eropa) yang bermigrasi ke Katiopa untuk mencari kehidupan setelah kontinen mereka mengalami kehancuran.
Sebuah kontinen yang baru berdiri, bagaimana Ilunga dapat membawa kestabilan dan kedamaian dengan bayang-bayang disintegrasi di setiap wilayah Katiopa?
Datanglah satu perempuan bernama Boyadishi/La femme rouge yang menjadi kunci persatuan dari Katiopa.
Seorang peneliti, antropolog, yang fokus studinya berkutat pada masyarakat minoritas di Katiopa membuat Boyadishi memiliki pengetahuan yang luas tentang politik wilayah Katiopa.
Boyadishi adalah karakter yang sangat kuat sepanjang cerita Rouge Impératrice karena keberadaannya mengancam beberapa orang yang menyandang posisi penting di Katiopa.
Cerita Asmara dengan Plot-twist yang Menarik Perhatian Pembaca
Selain intrik geopolitik yang cukup kompleks dan membutuhkan perhatian lebih pembaca, ada juga intrik asmara yang menjadi pondasi penting dalam filosofi kenegaraan Katiopa.
Di awal cerita, kita akan mengunjungi l’aile des femmes (terjemahan lepas: sudut perempuan), tempat tinggalnya istri sah Ilunga yang bernama Seshamani. Sepanjang cerita, pembaca akan mempelajari kompleksitas seksualitas Seshamani, dan sejarah pernikahannya dengan Ilunga.
Pembaca juga akan mempelajari alasan kenapa pada akhirnya Ilunga dan Boyadishi menjadi pasangan yang lebih baik sesuai dengan filosofi didirikannya Katiopa.
Intrik yang menarik di pertengahan sampai akhir cerita membahas tentang ambisi Igazi untuk mengambil alih posisi Ilunga sebagai pemimpin kontinen. Ada melankoli yang menggelonggongi pemimpin Katiopia, dan Igazi memanfaatkan kesempatan tersebut untuk merealisasikan keinginannya.
Kesulitan dan Tantangan Pembaca
Dalam 26 bagian, alur maju mundur narasi cerita dan banyaknya detail sejarah yang dijabarkan oleh narator membuat pembaca membutuhkan perhatian lebih ketika membaca cerita ini. Adanya makro teks (konstruksi negara Katiopa) dan mikro teks (intrik asmara dan politik pada setiap karakter) juga menambah kompleksitas pembacaan.
Miano juga menggunakan banyak kosakata Afrika yang sangat asing bagi pembaca sastra francophone; tetapi ia melampirkan daftar istilah dalam bahasa Afrika di akhir bukunya. Sangat mirip dengan novel Menolak Ayah karya Ashadi Siregar yang menggunakan beberapa istilah batak dalam mengungkapkan beberapa ekspresi unik dari bahasa ibu yang kemungkinan tidak dapat diekspresikan dalam bahasa Indonesia.
Bahasa Perancis tingkat mahir yang digunakan juga menambah kesulitan membaca novel ini; terutama di beberapa bagian awal yang menjelaskan struktur kenegaraan Katiopa.
Antara fiksi sains atau fiksi antropologi mungkin akan membingungkan pembaca. Ada unsur-unsur sains dan teknologi yang kental digunakan dalam konstruksi naratif novel. Akan tetapi, pembaca juga diajak masuk ke dalam satu semesta tertutup dan mengenali karakter dari setiap komunitas yang hidup di dalam semesta ini.
Rouge Imperatrice merupakan produksi sastra kontemporer francophone yang memberikan imajinasi Afrika di masa depan. Dengan menggunakan logika terbalik (Afrika mendominasi dunia, Eropa merupakan kontinen lemah), Miano dapat membuktikan bahwa sastra dapat me-defimiliarisasi-kan persepsi kita tentang status geo-politik di dunia saat ini, dan membuat pembaca menjadi lebih sadar akan apa yang menjadi isu penting di dunia saat ini.
Detail Karya
Judul : Rouge Impératrice
Penulis : Léonora Miano
Tahun terbit : 2019
Penerbit : Editions Grassets
Genre : Fiksi sains/antropologi
Bahasa : Prancis
(1) Abahuza, salah satu anggota perempuan di pemerintahan, melanjutkan pekerjaannya menggambar dengan bentuk dan warna yang memiliki efek terapeutik. […] Abahuza, yang menampakkan diri di dalam kolam yang bersinar di bawah cahaya bulan dekat Ilunga duduk, berbisik menyetujui apa yang sedang didiskusikan.